Langsung ke konten utama

Malang, Jawa Timur, Indonesia

Hari ke-1
Selasa, 19 Juni 2018
Pagi ini aku berangkat menuju Malang. Rasanya senang dan tidak sabar, hatiku berdebar-debar dan sesekali aku senyum-senyum sendiri. "Malang.." gumamku pelan, lebih kepada diri sendiri.

Sejak semalam aku memikirkan bagaimana caranya ke Stasiun Pasar Senen. Ibuku berkata, "kamu naik transportasi online saja." Tapi, aku merasa enggan naik transportasi online. Aku memang jarang naik transportasi online.

Akhirnya, aku dapat wangsit setelah berpikir. Naik commuterline! Sambil berharap commuterline besok tidak ramai. Commuterline  juga biasa disebut dengan KRL. 

Jadilah hari ini aku diantar naik motor menuju Stasiun Kebayoran bersama Mama. Sesampai di Stasiun, alamak, tangganya banyak kali! Aku mengangkat koperku dan menaiki tangga, lalu tap masuk, dan turun dengan lift.

Aku mengamati sekitar peron. Ada keluarga dengan 2 orang anak laki-laki. Sang ayah sedang memfoto kedua anaknya di pinggir peron. Bahagia sekali keluarga tersebut, sepertinya mereka akan jalan-jalan.

Setelah 15 menit berlalu, keretaku pun tiba. Gerbong pertama, agak sepi. Gerbong kedua, agak sepi. Gerbong ketiga, agak sepi. Gerbong keempat, lima, dan selanjutnya, kok... agak ramai. 

KRL berhenti, pintunya pun terbuka. Aku memasuki KRLku, lalu langsung menaruh koperku di pinggir pintu. Aku berdiri dekat pintu, lalu seorang lelaki berjanggut yang menggunakan ransel berdiri. Sepertinya sengaja ingin memberikan tempat duduk, hal seperti ini memang sering dijumpai di KRL Jabodetabek. Aku mengangkat koperku ke dekat tempat duduk itu dan aku duduk. Biasanya, aku yang berdiri dan memberikan tempat duduk untuk yang lebih membutuhkan, tidak kusangka di saat aku butuh tempat duduk saat ini, aku diberikan oleh seseorang yang tidak kukenal.

Aku mengamati isi gerbongku. Ada seorang lelaki sedang berdiri dekat pintu sambil menggunakan headset, sepertinya ia sedang menikmati pemandangan luar bersama alunan lagu. Kuamati lagi, banyak orang membawa ransel besar di gerbong ini. Kalau kutebak, mereka sepertinya entah akan--atau kembali ke kampung. Ada juga seorang anak kecil sedang duduk sambil memegang handphone dengan mode landscape sambil menggunakan headset. Aku jadi terpikir dengan game mobile legend-ku di handphone dan sedikit tergoda, tapi... "tidak, tidak!" sambil menggeleng, aku bergumam pada diri sendiri.

KRLku tiba di Stasiun Tanah Abang. Orang-orang mulai beranjak dari tempat duduk, namun aku masih duduk karena KRLnya belum benar-benar berhenti. KRL pun benar-benar berhenti dan aku mulai berdiri, mengangkat koper, dan keluar. Stasiun Tanah Abang terlihat ramai pagi hari ini, dengan bangga aku menebak, mereka semua ingin pergi ke Bogor.

Setelah menyeberang ke peron 2 dengan susah payah, benar tebakanku, KRL ke arah Bogor terlihat sangat penuh dan sesak. Keadaan seperti itu tidak jauh dengan hari biasa, tepatnya saat jam masuk dan pulang kantor. Aku menunggu KRL ke arah Stasiun Jatinegara, nanti turun di Stasiun Gang Sentiong, naik kereta ke arah sebaliknya, dan turun di Stasiun Pasar Senen.

Saat menunggu KRL di Stasiun Gang Sentiong aku memilih tempat duduk di samping seorang lelaki pengguna carrier. Entah, orang pengguna carrier menurutku identik dengan naik gunung dan orang yang suka naik gunung menurutku orang baik karena naik gunung butuh usaha keras untuk bersabar, tentu hal ini adalah penilaian subjektifku. Lelaki di sebelahku berdua dengan temannya. Kita naik ke gerbong yang sama dan sama-sama turun di Stasiun Pasar Senen. Sesampainya di Stasiun Pasar Senen, aku akhirnya bertanya ke kedua lelaki tersebut karena aku tidak tahu jalannya lewat mana untuk ke stasiun kereta apinya.

Kita akhirnya jalan bertiga ke Stasiun Senen. Kita mencetak tiket bersama menggunakan mesin Cetak Tiket Mandiri (CTM). Keretaku berangkat pukul 13.00 dan kereta dua lelaki--belakangan aku kenal salah satunya bernama Rafles--berangkat pukul 13.30. Aku akhirnya disuruh masuk duluan, dari sini kita berpisah. Kuserahkan tiket dan kartu identitasku ke pemeriksa tiket. Rasanya seperti pemeriksaan imigrasi, tapi ini tanpa wawancara. Setelah dataku cocok, aku dipersilakan masuk.

Saat ini waktu sudah menunjukan pukul 12.00, tadi adzan Dzuhur sudah berkumandang. Aku segera cari musala untuk salat Dzuhur sekaligus Ashar--jamak qasar. Lumayan, kalau lagi bepergian gini salatnya bisa digabung dan disingkat.

Selesai salat, aku bertemu kembali dengan Mas Rafles. Dia minta nomor handphone-ku. Aku tanya, "untuk apa?" Dia bingung jawabnya. Aku tau sebenarnya untuk apa, hanya mengetes saja. "Iya, boleh, WA saja ya," jawabku lagi, "0838xxxxxxxx". Mas Rafles mencatat dan menyimpan di kontak handphone-nya.

Setelah berpisah kembali dengan Mas Rafles, aku merasa ingin buang air kecil. Masalahnya, aku bawa koper dan aku pergi sendiri. Mau diletakan dimana ini koper? Mau dititipkan ke orang pun takut hilang. Ini koper memang isinya hanya baju, tapi kan kalau baju hilang juga jadi tidak lucu. Akhirnya, aku membawa koperku hingga pintu depan plang toilet. Beruntunglah aku, ada wanita berseragam KAI sedang duduk santai, sepertinya sedang istirahat. "Mbak, boleh nitip tas gak? Saya pengen pipis," mukaku agak meringis saat meminta karena sudah kebelet dan gak mungkin bawa koper ke dalam toilet, nanti basah. "Iya boleh," jawab Mbaknya sambil senyum dan tetap duduk santai. Aku langsung ngeloyor ke toilet. Jalan satu-satunya cuma percaya. Kalau lagi pergi sendiri gini, harus bisa baca suasana, harus bisa baca kemungkinan--kemungkinan orang ini baik atau kurang baik.

Usai dari toilet, koperku masih ada dan Mbaknya masih duduk santai. "Makasih ya, Mbak," ucapku sambil tersenyum dan menarik koper. "Iya," Mbaknya juga tersenyum.

Setelah dari toilet aku duduk sebentar di bangku peron. Kulihat handphone-ku dan kubuka pesan-pesan yang masuk. Salah satu pesan dari Mas Rafles, ia mengirimiku pesan di WA yang berisi pemberitahuan bahwa itu nomornya dia. Saat ini, kondisiku haus, di sebelahku ada vending machine dan ada seorang bapak-bapak yang daritadi memasukan uang 10.000nya namun tidak bisa-bisa. Akhirnya, aku urungkan niatku untuk membeli minum di vending machine.

Aku membalas WA dari Mas Rafles.
Mas Rafles: Ini no saya ya mba😁
Rafles
Aku: Iya mas
Mas Rafles: Tq mba.
Uda di dalam kreta ya mba?
Aku: Makasih buat apa mas?
Masih di peron
Gak tau kereta saya udh ada apa blm
Biasanya sih setengah jam sebelumnya udh ada
Tunggu 12.30 paling baru tanya ke petugas
Mas Rafles: Coba di tanya sama petugas mba. Spertinya nya krta yg di depan mba.
Aku: Masnya udh masuk kereta?

Aku melihat ke kereta yang ada di depanku dan melihat ada tulisan KA JAYABAYA. Lalu kubalas lagi pesannya.

Aku: Lah iya
Tulisannya ka jayabaya

Setelah ini aku dapat telepon dari Maya, tapi isinya suara Mama. Aku mengangkat telepon sambil menghampiri petugas, agak ribet. Aku menunjukan tiket menggunakan tangan kanan sambil memegang telepon di tangan kiri, sambil pegang koper. Susah. "Nanti dulu, Ma," akupun fokus ke petugas kereta. "Kereta Jayabaya gerbong 4, yang ini ya," lengan kanan petugas tersebut pun menunjukan arah masuk gerbong. Aku pun masuk, masih sambil menyambung telepon, sambil ngangkat-ngangkat koper.

"Kenapa, Ma?" aku melanjutkan pembicaraan di telepon sambil memasuki gerbong kereta, sambil mencari bangkuku. Bangkuku nomor 8A... Dan, ketemu! Dalam 4 bangku, masih kosong. Aku lihat peta tempat duduk, tempat dudukku dekat jendela. Dalam hati, "semoga sampingku bukan emak-emak yang nantinya bakal minta tukeran bangku."

Aku menaruh koperku di atas dan duduk. Lalu aku melihat ke arah jendela, aku menangkap sosok Mas Rafles dan temannya sedang di peron. Kubuka handphoneku dan kulihat WA.

Mas Rafles‬: Blom masuk kereta mba.. Si mba nya ni baru lewati kami.
😁
Aku: Hah?
Emang iyaya?
Masnya dimananya emang?
Saya gak engeh tadi grgr lg ditlp
Mas Rafles‬: Ia. Mba nya lagi nlpon saya liat
Ini di depan kreta si mba.
Mba uda masuk?
Aku: Udah masuk
Gerbong saya depan mas duduk persis hehe
Cuma saya bagian yg jauhnya

Mas Rafles dan temannya pun melihat ke arah kereta di depannya, bola mata mereka bergerak mencariku. Saat saling temu pandang dengan kedua lelaki tersebut, aku pun berdadah-dadah. Mereka pun membalas.

Mas Rafles‬: Hati2 mba ya
Ne ada aqua. Mba nya mau?
Aku: Mau mas.....
Aus....
Saya beli deh...
Mas Rafles‬: Mpung blom brangkt
Gak usah di beli
Aku: Saya keluar yaa

Pelajaran utamanya adalah jangan gengsi. Tapi, perhatikan juga keselamatan. Zaman dulu aku sering dipesan untuk tidak menerima makanan dari orang yang tidak dikenal, dulu karena aku masih kecil, tapi bukan berarti kalau sudah besar pun gak bakal diracunin. Saat menerima air mineral, aku berterima kasih. Aku mengeceknya bagaimana? Cukup dengan saat membuka, tutupnya masih tersegel. Selain itu, juga gunakan feeling. Aku pun kembali ke kereta dan keretaku jalan tepat pukul 13.00.

Mas Rafles‬: Sehat slalu sampe tujuan ya mba. Bye✋
Aku: Jalan dulu mas 😊
Makasih banyak 🙏
Hatihati untuk mas berdua, sehat selalu juga sampai Jogja :D
Mas Rafles‬: Ok mba. Sama2 mba 🙏😊

Percakapan kita sampai situ.

Di dalam kereta, di blok 8A, 8B, 9A, dan 9B aku berkenalan dengan orang-orang baru. Aku bersyukur karena teman sebangku dan teman seberang bangkuku bukan emak-emak ataupun om-om genit. Kita individu.

Aku sebangku dengan seorang lelaki mengenakan baju koko dan peci, wajahnya masih muda, sepertinya baru kerja dan belum menikah. Ia alumni BSI jurusan manajemen informatika dan sekarang kerja di bagian alat-alat. Selanjutnya, di bangku 9B-- seberangnya teman sebangkuku--ada seorang lelaki menggunakan kupluk dengan kaos berwarna merah, jeans selutut, dan sepatu hiking. Ia bekerja di sebuah bengkel daerah Jakarta Utara, alumni Unpam jurusan teknik mesin. Terakhir, manusia yang membuatku bahagia karena akhirnya perempuan di bangku ini bukan hanya aku, ada seorang wanita berjilbab sepertinya seumuran denganku, namun ternyata semester 4. Ia kuliah di Udinus, Semarang.

Cerita kita di kereta di mulai dari sini, saat kereta mulai berangkat.

Cerita mulai dari kesibukan masing-masing yang memakan waktu cukup lama. Lalu, penggunaan angkutan umum kota dan transportasi online. Kemacetan dan panasnya di Jakarta pun dibahas. Rasanya seru sekali saling berbagi pengalaman.

Saat kami merasa lelah, kami diam dan berhenti. Aku mulai bermain handphone dan mengetik cerita ini atau membaca novel yang kubawa, yang lainnya ada yang bermain game, ada yang melihat sosial media, dan ada yang melihat pemandangan dari kaca jendela kereta.

Usai sibuk dengan diri sendiri, kami kembali mengobrol lagi. Kali ini, aku hanya ngobrol berdua dengan lelaki di 9B. Kita membicarakan soal backpacker, gunung, dan traveling. Kita berbicara mengenai Bromo, Dieng, Prau, Ungaran, dan Gede. Aku berbicara mengenai sunrise yang kusuka dan ketidakbisaanku untuk berenang.

Setelah itu aku membuka mobile legend-ku. Lelaki yang duduk di sebelahku pun penasaran dengan rank-ku. Jadilah kita mengobrol bertiga dan topiknya pun berubah menjadi game online. Kita membicarakan tentang ML, coc, aov, pb, ayodance, dota, pubg, freefire, clash royale, dan get rich.

Tak terasa kereta sudah hampir sampai di Semarang. Di Stasiun Semarang Poncol, penumpang 9A dan 9B turun. Setelah itu ganti orang baru, seorang wanita berkaos hitam dan celana kulot polkadot hitam-putih yang mau ke Surabaya. Saat kereta tiba di Stasiun Grobogan, seorang lelaki dewasa, dengan sweater merah dan jeans, baru naik dan duduk di 9B.

Aku mendengarkan lagu sambil bermain handphone. Aku benar-benar sudah tidak berselera ngobrol lagi, sudah habis energiku. Selain karena sudah ngobrol seharian, saat ini pun sudah menunjukan sekitar pukul 9 atau 10 malam. Aku memilih untuk tidak banyak ngobrol dan merilekskan diri untuk persiapan tidur. Mbaknya sesekali melihat ke aku dan senyum, sepertinya ingin mengobrol, tetapi aku sudah lemas. Aku mencoba tidur, tapi tidak bisa. Aku merupakan orang yang sulit tidur karena irama tidurku sudah tidak sehat akibat kegiatan perkuliahan yang membuatku terlalu banyak begadang.

Aku chat dengan temanku Dilan. Chat-an kali ini nek-tok dengan cepat, biasanya dibalasnya 5 tahun kemudian. Aku bilang bahwa aku sulit tertidur dan aku dikirimi instrumental agar bisa tidur. Aku dengarkan dan aku mencoba memejamkan mata setelahnya. Aku tertidur... Mungkin juga karena ditambah sugesti.




19 Juni 2018.
Pukul 23:59 WIB.

Drrrt
Drrrt
Kuambil handphone-ku yang bergetar. Ada telepon, lalu kuangkat. "Halo," jawabku.
"Tidur ya?"
"Ha?" aku masih ngelindur.
"Tidur arek ini," jawab orang diseberang.
"Iya, barusan tidur"
"Udah sampai mana?" tanyanya.
Aku celingukan, melihat ini dimana. Lalu speaker kereta mengumumkan, "sesaat lagi kereta api jayabaya akan tiba di Stasiun Surabaya Pasar Turi."
"Loh?! Pasar Turi? Udah deket iku," katanya.
"Iya, udah di Surabaya," jawabku.
"Nanti gimana dari stasiun?"
"Gak tau," jawabku.
"Loh.. Dari tadi gak mikirin"
Sebenarnya aku memikirkan akan naik ojeg, hanya saja yang terucap malah gak tau. Lalu ia melanjutkan perkataannya.
"Di Stasiun Malang itu sepi, gak ada kendaraan apa-apa kalau jam segini"
"Yah... Emash..." aku jadi merengek mendengar itu, "Emash..." "Emash..."
"Di sana itu ada kuburan di samping pintu keluar stasiun"
"Emash..." tambah merengek. Di sini hanya merengek karena bingung. Kalau minta jemput aku benar-benar tidak enak karena sampai sana pukul 3 pagi. Kalau tidak minta jemput, aku masih bertanya, apakah benar-benar sepi dan seseram dalam bayanganku?
"Apa?" jawabnya, "aku pura-pura gak paham ah."
Aku langsung memicingkan mata. Sial. Sebenernya ini orang paham apa yang kubatin dalam hati.
"Emash..." tetap saja hanya bisa merengek, tidak bisa meminta.
"Tak jemput mau?" tanyanya.
Aku benar-benar bingung. Kalau kujawab iya, aku pun tidak tega. Kalau kujawab tidak, aku bisa bahaya. Setelah diam agak lama, ia bertanya lagi.
"Mau gak dijemput?"
Akhirnya kujawab, "iya..."
"Emang beneran gak ada kendaraan apa-apa, Mash?" tanyaku yang masih penasaran.
"Ya enggak, aku bohong," jawabnya.
Aku kesal. Sial. Aku gampang banget dibohongin.

Teleponku dengan VH selesai sekitar pukul 1 pagi. Aku pun tidak bisa tidur kembali.

Saat sudah dekat dengan Stasiun Malang, ada WA dari VH.
VH: Keliatannya belum hari ini Nur...
Vespaku mogok, nanti malah tambah susah
Aku: Okee
VH: Ih ngambek, jawabnya dikit

Di sini aku gak ngambek karena gak dijemput. Tapi, aku kesal kenapa pake acara nakut-nakutin, aku jadinya masih agak takut.

"Sesaat lagi kereta api jayabaya akan tiba di Stasiun Malang," petugas kereta mengumumkan melalui speaker. Saat kulihat jam menunjukan pukul 02:35 pagi, "tepat waktu," gumamku.

Akhirnya aku turun dari kereta, salat Maghrib-Isya, jamak takhir. Lalu bertanya pada seorang wanita yang sedang duduk. Aku bertanya apakah di Stasiun Malang ini ada ojeg? Ternyata ada. Wanita itu menyarankan aku naik ojeg online saja, namun aku harus jalan sekitar 700 m dahulu karena stasiun merupakan zona merah. Aku pun tidak masalah dengan syarat itu karena di Jakarta juga sama.

Selesai salat, aku order ojeg online dan jalan ke indom*rt. Setelah itu aku diantar ke Woodlot Hostel. Aku stay di sini hingga jam 12 siang nanti. Aku tidak enak bertamu ke rumah orang jam 3 pagi, lagi pula aku ingin bangun siang dulu hari ini karena lelah habis perjalanan.




Hari ke-2
Rabu, 20 Juni 2018

Jam 5 aku bangun, aku salat Subuh. Setelah itu tidur lagi. Paginya, 2x aku tidur-bangun karena bermimpi yang sama tapi dalam latar yang berbeda. Jam 8.00 aku terbangun dan sakit perut. Setelah leyeh-leyeh mikirin bangun atau tidur lagi, akhirnya aku putuskan untuk bangun dan mandi.

Selesai mandi, aku sarapan roti tawar di bawah. Rotinya disiapkan sendiri, seperti di hostel pada umumnya. Aku mengambil selai blueberry dan segelas air putih.

"Boleh gabung nggak?" tanyaku. "Oh iyaiya, silahkan," jawab Masnya. Aku duduk di meja kayu panjang dan kursi kayu bersama seorang laki-laki dan perempuan. "Antara pacaran atau kakak-adik", tebakku dalam hati. Aku ingin mengajak ngobrol tapi aku gak bisa ngajak ngobrol kalau orang pacaran. Pertama, mereka lagi pacaran. Kedua, kadang cewek susah diajak ngobrol.  Ketiga, aku gak mau ngajak ngobrol cowoknya duluan kalau mereka lagi pacaran. Akhirnya aku makan roti saja sambil diam dan sesekali melihat pemandangan sekitar atau handphone.

"Dari mana Mbak?" tanya seorang wanita di sebelahku. Aku bersyukur dalam hati, ternyata ia mau ngobrol. "Dari Jakarta," jawabku, "kalau Mbaknya sama Masnya?" "Dari Surabaya," jawab Mbaknya. "Ohh.." jawabku lagi. "Sendiri?" tanya Masnya. "Iya, nanti baru ketemu temen, semalem sampenya, gak enak habisnya kalau namu jam 3 pagi," jawabku. "Mbaknya sama Masnya pacaran atau adik-kakak?" tanyaku. "Pacaran," jawab Mbaknya. "Ooh, mirip abisan hehehe," jawabku. "Namanya siapa?" tanya Masnya. "Nur. Kalau Masnya sama Mbaknya?" aku bertanya balik. "Saya Michael," jawab Masnya. "Saya Resa," jawab Mbaknya. "Tapi, bukan Resa artis hahaha," Masnya tertawa. Akupun ikut tertawa, "hahaha", padahal aku tidak tau, memangnya ada artis bernama Resa?

Selanjutnya kita ngobrolin kegiatan kuliahku dan pekerjaan mereka, juga kesibukanku menari di suatu acara. Topik pun berganti menjadi tempat wisata, yaitu Bromo, Batu, Tretes, B29, B30. Aku disarankan ke B30 karena bagus seperti di atas awan dan ditunjukan video di handphone Mbak Resa, sepertinya ia yang merekam sendiri saat di B30.

Selesai makan, aku ke minimarket. Jaraknya sekitar 500 meter dari hostel kalau kata resepsionisnya. Aku harus berjalan lurus, lalu saat ketemu Hotel Pelangi belok kanan. Aku pun keluar mengenakan kaos hitam, jaket merah, celana jeans, sepatu sport donker-pink, dan tas selempang. Di jalan aku melewati sebuah gereja yang arsitekturnya agak mirip dengan gereja katedral di Jakarta, namanya Gereja Katolik Paroki Hari Kudus Yesus. Aku ingin masuk, tapi kalau sendiri takut. Aku urungkan niatku untuk masuk. Aku tetap berjalan dan menemukan gereja lagi, kali ini di samping masjid! Sungguh, aku suka sekali toleransi antar umat seperti ini. Di samping Masjid Agung Malang, ada GPIB Immanuel. Aku ingin masuk ke Masjid Agung Malang, tapi sedang dibersihkan dan tidak boleh masuk kecuali yang berkepentingan. Di seberang Masjid Agung Malang ada Alun-Alun Malang, jika aku bawa kamera, rasanya sangat ingin hunting. Dalam hati aku berkata, "suatu saat aku akan kesini lagi dan motret."

Akhirnya aku hanya ke minimarket, beli kopi, gula, teh, dan minuman jeruk sebotol untuk bawaan ke rumah neneknya Saarah. Aku janjian bertemu dengan keluarga Saarah pukul 13.00 hari ini.

Akhirnya bertemu keluarga Saarah setelah menunggu dijemput dari jam 11-13 karena maksimal check out jam 12. Aku naik ke avanza putih, di dalam ada Tante Nuri, Om Bambang, Irfan, Rika, Fani, Om Wawan, dan Tante istrinya Om Fajar. Kita langsung jalan ke Coban Rais. Namun, di jalan hujan turun dengan derasnya. Akhirnya, kita melipir dahulu ke Warung Steak. Aku beli Steak Waroeng, dalam hatiku, "mati gue, bisabisa habisnya besok ini kalau makan."

Benar kan! Aku paling terakhir selesai dan kuputuskan untuk menyudahi walau belum habis karena semua orang tinggal menunggu aku dan aku pun merasa sudah kenyang juga.

Setelah hujan agak reda, kita akhirnya melanjutkan perjalanan. Coban Rais letaknya di dataran tinggi, jadi kita nanjak sampai atas.

Sesampai di parkiran mobil Coban Rais, aku melihat ada banyak toko cendera mata, juga warung kopi. "Mau naik ojeg apa jalan?" tanya seorang ojeg pangkalan, "jarak dari sini ke atas sekitar 1 km." "Ojeg 10.000 pp," tawar tukang ojeg yang sama. Kita akhirnya naik ojeg karena murah 10.000 pp, kalau di Jakarta mah gak mungkin mau.

Saat naik ojeg ke atas, aku melihat pemandangan kota Malang, bagus banget. Mukaku terasa dingin saat nanjak ke atas menggunakan ojeg karena diterpa angin pegunungan. Coban Rais ini wisata yang sangat instagramable karena ada banyak spot foto guna memenuhi kebutuhan instagram. Selain itu, enaknya juga dapat pemandangan indah, jadi wisata foto dan cuci mata dengan pemandangan.

Ternyata, ada jalan setapak menuju air terjunnya. Namun, hanya Bapaknya Saarah yang penasaran dan hanya menapaki sebentar lalu keluar lagi. Sebenarnya aku penasaran juga, tapi karena keluarga yang lain tidak penasaran, jadinya aku tidak meminta untuk ke air terjun. Suatu saat, aku mau ke air terjunnya.

Usai dari sini kita turun dan ke rumah neneknya Saarah. Aku senang sekali, berada di sini dan melihat dua keluarga dalam satu mobil dipenuhi obrolan dan canda tawa. Keluargaku sudah lama tidak rekreasi bersama.




Hari ke-3
Kamis, 21 Juni 2018

Selamat pagi, Malang!
Pagi ini aku akan jalan-jalan bersama Rizka juga. Sahabatku dan Saarah saat di SMA. Saat ini kita masih menginap di rumah neneknya Saarah yang di daerah Sawojajar. Nanti, kita akan pindah ke daerah Bareng karena rumahnya ada 2.

Setelah menaruh barang-barang di rumah Bareng. Aku dan Saarah bersiap-siap. Kita ke hotelnya Rizka, Hotel Balava, menggunakan taksi online. Saarah mengajak sepupunya, Fani. Di hotel, aku bertemu dengan Rizka dan adiknya Rizka, Fira. Kita ngobrol-ngobrol sambil bersiap untuk ke tempat makan lalu ke Kampung Warna-warni, Jodipan. 

Sekitar jam 13.00 kita berempat berangkat untuk makan. Fira tidak ikut karena ia mau pacaran. Kita ke Bakmi Bromo Pojok. Aku melihat daftar harga, makanan di sini berada pada kisaran 18.000-26.000 rupiah. Aku pesan pangsit mie ayam dan aku hanya berhasil makan hingga setengah porsi. Sisanya kuhibahkan ke Rizka. Pangsit mie ayamnya rasanya enak, dari 0-10 kuberi nilai 9. 

Setelah perut tenang, kita berangkat ke Kampung Warna-warni, Jodipan. Di sini ada 2 kampung, ada kampung tridi dan kampung jodipan. Kalau mau masuk ke kampung satunya harus bayar lagi sebesar 3.000 rupiah, jadi nanti totalnya akan mengeluarkan biaya 6.000 rupiah untuk 2 kampung. Pembatasnya adalah jembatan. Aku hanya masuk ke kampung jodipan karena kita tidak ada yang mau mengeluarkan uang 3.000 lagi dan sudah agak pegal juga.

Kukira kampung ini hanya berisi warna-warni saja, ternyata tidak! Selain berwarna-warni, juga banyak gantungan ornamen yang lucu-lucu dan bagus untuk spot foto. Mulai dari pintu masuk aku langsung merasa takjub. Kita melakukan wisata foto di sini. 

Setelah dari kampung warna-warni jodipan, kita ke rumah neneknya Saarah di Bareng. Istirahat dan makan. Setelah ini, kita ke Mal Olympic Garden (MOG) karena penasaran dengan mal Malang. Aku ke MOG berempat dengan Saarah, Rizka, dan Irfan. Kita mengelilingi seluruh lantai di mal ini lalu keluar. Hal yang bikin kaget adalah biaya parkir mobilnya! Kita semobil kaget karena kita parkir hanya sebentar, tidak sampai 2 jam dan harga parkirnya 10.000 rupiah. Kalau di Jakarta parkir mobil paling 5.000 rupiah kalau sebentar. 

Dari MOG kita bingung mau jalan-jalan ke mana. Akhirnya, kita ke tempat kopi. Setelah muter-muter menggunakan arahan dari gmaps, akhirnya kita memutuskan untuk ke Vosco Cafe karena ada di pinggir jalan yang kita lewati. Aku pesan chocomilk cold, Saarah red velvet latte cold, Irfan espresso, dan yang paling kuingat adalah Rizka. Ia dengan pedenya memesan kopi tubruk! Setelah itu dia marah ke kita kenapa tidak memberitahu kalau kopi tubruk itu sangat pahit. Kita balik marah lah! Mana kita tahu kalau dia tidak suka kopi pahit, kita kira dia memang suka karena memesan itu dengan santainya. Akhirnya, Rizka tukeran minuman dengan Irfan. 

Aku dan Irfan akhirnya se-game mobile legend. Saarah dan Rizka hanya ngedumel karena tidak mengerti. Setelah ini, kita mengantar Rizka pulang ke hotelnya dan pulang ke Bareng.



Hari ke-4
Jumat, 22 Juni 2018

Setelah melalui perdebatan pikiran dan batin yang panjang akhirnya aku memutuskan untuk ke Bromo. Mengapa berdebat sendiri? karena sudah ada janji di hari Jumat. Tapi, kalau aku tidak ke Bromo, kalau janji itu tidak jadi aku akan sangat kesal sekali. Tapi, kalau janji itu jadi, aku akan menyesal. Akhirnya, tetap Bromo! Bermodalkan nekat dan negosiasi nantinya dengan orang yang bersangkutan. 

Jam 01.00 Saarah dibangunin ayahnya. Aku kebangun sendiri karena dengar Saarah dibangunin. Kita bersiap-siap, mengepakan barang untuk Bromo. Kita tidak bawa banyak barang, hanya bawaan sederhana saja seperti handphone dan dompet--mungkin tambah alat make up untuk wanita. 

Kita tiba sekitar pukul 04.00 WIB. Saat keluar dari jeep aku langsung kedinginan, dingin banget. Gigiku gemelutuk, aku memeluk tubuhku sendiri. Lalu, saat sudah adzan kita disuruh Subuhan dahulu sama ayahnya Saarah. Airnya seperti es! Anehnya, setelah wudhu, aku jadi tidak kedinginan lagi. 

Setelah semua salat dan minum minuman hangat untuk menghangatkan badan, kita naik ke atas untuk melihat sunrise. Nanjak tidak terlalu jauh karena sebelumnya sudah ditempuh menggunakan ojeg. Tentram hidupku jalan-jalan sama Tante Nuri karena dibayarin melulu, bener kata Rizka, Tante Nuri kaya bidadari. 

Aku melihat di tempat teratas bersama Saarah dan Irfan. Kita berdua udah saling ndusel-ndusel aja karena dingin banget pas nungguin matahari terbit. Mataharinya gak terlalu kelihatan karena tertutup mendung, tapi untungnya tidak hujan. 

Akhirnya, jam 05.30 kita turun ke bawah menuju jeep. Pemandangan paginya indah sekali! Senang sekali melihat langit pagi berwarna biru muda dengan semburat oranye hangat memperjelas pemandangan kehidupan pohon dan tanaman di gunung Bromo. Jam 06.00 jeep kita jalan turun ke bawah, karena ini hari Jumat jadi ayahnya Saarah mengejar salat Jumat. Jam 11 sudah harus di rumah lagi. 

Jam 06.30 kita sampai di Pasir Berbisik. Aku turun dan melihat hamparan pasir yang luas dan Gunung Bromo yang terlihat jelas. Kita foto-foto di jeep dengan latar Gunung Bromo. Aku bertanya mengapa namanya pasir berbisik kepada keluarganya Saarah. Katanya, dahulu tempat ini dibuat film yang judulnya Pasir Berbisik. Selain itu, saat pasir ini bergesekan dengan ban kendaraan akan menimbulkan bunyi seperti berbisik. 

Jam 07.30 kita sampai di Kawah. Parkiran mobil di daerah Kawah ini sejauh +-1km hingga bawah kawah. Jalan dari parkiran menuju bagian tangga bawah Kawah bisa diakses dengan naik kuda atau berjalan kaki. Aku, Saarah, dan Irfan memilih jalan, ternyata lumayan juga. Sampai di bawah Kawah Irfan malah melipir ke warung kopi. Aku dan Saarah ke toilet. Irfan tidak tertarik untuk naik ke atas. Aku pun jadi malas, akhirnya aku dan Saarah hanya foto-foto di bagian bawah Kawah. Di situ ada tempat yang dulunya menjadi aliran lahar, bentuknya bagus dan alami banget.

Setelah puas foto-foto. Aku dan Saarah ke warung kopi tempat Irfan berada. "Yuk balik," ajakku dan Saarah. Irfan pun membayar dan berdiri. Irfan berdiri sambil bawa gelas. Gelasnya gelas beling masalahnya bukan gelas plastik. "Fan, itu gelas kenapa dibawa?" tanyaku. "Lah anjir iya," dia melihat tangannya dan kaget melihat ada gelas di situ. Akhirnya iya kembalikan. Setelahnya, saat keluar, dia terjedot atap warung. Sepertinya hari ini hari sialnya Irfan.

Jam 08.30 kita sampai di Bukit Teletubbies. Kenapa disebut Bukit Teletubbies? Karena bentuk undak-undakannya mirip dengan yang ada di film teletubbies. Di situ ada hamparan bukit-bukit berwarna hijau yang menyegarkan pandangan. Kita stay di sini beberapa saat, orang tuanya Saarah membeli kaos untuk oleh-oleh dan kita foto-foto lagi sambil menikmati pemandangan. Saat sedang berfoto, aku melihat ada seorang lelaki tidur terlentang menghadap awan. Sepertinya enak tidur di atas hamparan rerumputan pegunungan. Tenang dan nyaman.

Bukit Teletubbies jadi spot terakhir. Setelah itu kita pulang dan sampai di rumah pukul 11.30.

Aku dan Saarah istirahat di kamar dan kita pillow talk. Aku bilang bahwa setelah Jumatan ada janji mau ketemu VH. Namun, sungguh mengganggu ketenangan hati. Aku benci sekali menunggu kabar dari perjanjian. Hingga akhirnya aku dapat kabar dan tetap jalan. 

VH datang mengendarai sebuah vespa dengan tas ransel berwarna hitam yang berukuran cukup besar. Ia menggunakan baju batik beserta jaket hitam dan celana bahan abu-abu. Aku diajak ke Batu. Akhirnya aku naik ke vespanya. Kita melewati jalan dalam, bukan jalan utama karena jalan utama pasti macet. Aku diajak makan susu ke Pos Ketan Legenda - 1969, letaknya dekat Alun-alun Batu. 

Aku memesan rasa durian, susu, vla dengan air mineral dan VH memesan ketan rasa original dengan segelas susu. Rasa ketan susu di sini beneran enak. Aku suka sekali dengan ketan susuku. Rasanya manis tapi manisnya enak, bukan manis yang terlalu manis. Skornya 9/10. 

Usai dari Pos Ketan Legenda - 1969, kita duduk di Alun-alun Batu, mengobrol sambil melihat aktivitas orang-orang. Setelah maghrib kita turun ke bawah. Dari beberapa pilihan makanan yang ditawarkan, aku memilih makan bebek. Jadilah aku dibawa ke Bebek Sinjay Madura. Aku pesan nasi bebek dan air mineral, VH pesan nasi bebek dan teh botol. Sajian nasi bebeknya berisi nasi putih, bebek dengan kremes, dan sambal mangga. Bebeknya terasa gurih dan asin. Aku suka dengan rasa sambal mangganya, tapi itu terlalu pedas buatku. Rasa asamnya enak, bercampur dengan gurih dan asin dari bebek goreng. Skornya 9/10.

Setelah makan bebek, aku diantar pulang. Terima kasih banyak, VH. 



Hari ke-5
Sabtu, 23 Juni 2018

Hari ini Saarah dan keluarganya pulang ke Jakarta. Aku sempat kaget saat Saarah bilang ia pulang tanggal 23. Gimana gak kaget, tiket pulangku tanggal 25. Artinya aku harus menetap di Malang sendirian selama 2 hari. Namun, hanya kaget sebentar, setelah kaget aku malah santai saja. Padahal aku belum ada rencana mau kemana. Aku hanya membiarkan hidupku berjalan seperti air mengalir, nanti juga tau mau ke mana.

Pagi-pagi aku bersama Om Anis mengantar Saarah dan keluarganya ke bandara. Aku memilih untuk ikut karena mau lihat bandara Malang. 

"Nanti lo mainnya sama Rere aja," ucap Saarah. Rere ialah adik sepupunya Saarah yang saat ini kelas 5 SD, aku sudah kenalan dan sudah lumayan akrab.
"Iya," jawabku. Tanpa disuruh pun aku sudah tahu karena memang sudah tidak ada teman main.
Setelah itu Saarah dadah-dadah. Dadah-dadah di bandara dengan Saarah menandakan bahwa setelah ini aku sendiri di Malang.

Aku membuka aplikasi couchsurfing di handphoneku. Couchsurfing adalah aplikasi untuk bertemu atau menginap gratis di rumah penduduk lokal, ini memang aplikasi yang dibuat untuk para pelancong dari seluruh dunia. Ada banyak tawaran, tapi yang nawarin cowok semua-_-

Hari ini rencananya aku ingin membeli oleh-oleh. Sebelum berangkat ke Malang, Mama sudah membuat daftar pesanan oleh-oleh. Aku buka dan coba menelaah dari bagaimana orang-orang tersebut menge-chat-ku. Aku mencoba mengartikan dan mencari yang bisa seirama dengan rencanaku. Kubalaslah chat Andre. Yap, dia memberikan penawaran untuk menemaniku selama di Malang dan dia bilang dia tinggal di Malang Kota. 

Andre setuju untuk menemaniku beli oleh-oleh karena ia sendiri sedang gabut. Aku pun pamit ke Mbah-mbah. Sungguh, pamitan mau ke luar sudah seperti pamitan mau nikah. Aku menjelaskan dengan jujur, hingga sampai pada tahap terpaksa bohong. Aku akhirnya berbohong untuk beberapa hal dan Andre kuberitahu jawaban apa yang harus dia jawab kalau ditanya dengan pertanyaan yang sama denganku. Tujuannya agar tidak beda jawaban. Untunglah Andre mau berbohong sedikit, kalau tidak good bye-lah aku.

Kita pun janjian di depan gang. Andre menjemputku dan kita menuju Sanan. Di Sanan ada almond yang kusuka. Setelah kucicipi semua rasa, akhirnya kuambil sekotak rasa banana dan sekotak rasa green tea. Aku dan Andre menyusuri rak-rak toko dan mengambil 1 bungkus sambal kacang dengan tingkat kepedasannya sedang, 1 bungkus keripik jamur, dan 2 bungkus keripik tempe--1 original dan 1 barberque. 

Usai dari Sanan, kita menuju ke Bakso President karena hari sedang hujan jadinya kurasa cocok makan makanan berkuah dan hangat. Bakso President letaknya unik sekali, di samping rel kereta api persis! Aku beli campur hemat beserta air mineral dan Andre memesan baksonya bijian beserta bakso bakal dan es teh manis. Kalau untuk rasanya, aku biasa saja. Skornya 7/10. 

Saat kulihat jam, masih ada banyak waktu menuju jam 21.00. Iya, namanya juga di rumah orang, jadinya gak bisa pulang seenak jidat. Akhirnya kita memutuskan untuk ke Bugil Gelato. Letaknya tidak jauh dari rumah neneknya Saarah. Aku dan Andre memesan 2 scoop. Aku memesan rasa cokelat dan yogurt, sedangkan Andre memesan rasa tea dan coffee. Skor rasanya 8/10. 

Sampai di rumah neneknya Saarah jam 9an malam. Andre sengaja kukenalkan kepada Mbah-mbah agar mereka tenang. Untungnya, Mbah-mbah jadi beneran lebih tenang setelah kukenalkan.



Hari ke-6
Minggu, 24 Juni 2018

"Ke Museum Angkut gimana?" tanyaku.
"Boleh, aku juga belum pernah ke sana selama tinggal di Malang, tapi paginya aku ada urusan," jawab Andre dalam whatsapp.
"Acara keluarga?"
"Nggak, ngurusin bazar di CFD," jelas Andre, "paling jam 12an lebih baru bisa main."
"Oke deh," aku setuju.

Akhirnya Andre jemput jam 13.30 WIB dan kita langsung berangkat naik motor ke Museum Angkut. Ini kali ke tiga aku ke Batu selama di Malang. Andre memilih jalan lewat jalan utama, aku menikmati pemandangan jalanan sambil sesekali mengobrol.

Sekitar satu jam aku duduk di motor. Sampai di Museum Angkut aku meminta untuk salat dahulu karena sudah Ashar. Lalu, kita menyusuri Pasar Apung untuk mengakses pintu masuk. Sebelumnya, kita beli tiket dahulu baru bisa masuk. Harga tiketnya 100.000 rupiah/orang, karena kita bawa kamera jadi tambah 30.000 rupiah untuk kamera. Tiket masuknya berupa gelang kertas dan tiket masuk kamera berupa gantungan kertas.

Saat menunjukan tiket di pintu masuk, kita diberi tahu bahwa akan ada parade jam setengah 5. Kami pun dipersilakan untuk masuk. Mataku mengelilingi ruangan pertama ini, ada banyak kendaraan yang dipajang. Ada motor, sepeda, mobil, pesawat, delman, dan lain-lain. Di depan barisan kendaraan ini ada semacam tab yang bisa digunakan untuk membaca sejarahnya. Kata Andre, awalnya kendaraan-kendaraan ini adalah koleksi seseorang, lalu dibuatlah museum. "Wah, kaya banget dong ya, ngoleksinya ginian," responku dan Andre pun mengangguk setuju.

Museum angkut terdiri dari 3 lantai dan banyak ruang. Setiap ruang memiliki tema, lantai 1 plaza, lantai 2 garbareta area, lantai 3 runway 27 airport, lalu ada zona Pecinan, Sunda Kelapa, Batavia, Amerika, Eropa, Buckingham Palace, Las Vegas, Hollywood, dan ditutup dengan Floating Market. Aku dan Andre menjelajahi semua ruang kecuali lantai 3. Pegal juga rasanya, kukira tempatnya kecil ternyata luas banget!!

Ternyata, tiket untuk masuk Museum Angkut bisa digunakan untuk masuk Museum Topeng juga. Di Museum Topeng, tidak hanya dapat melihat pajangan topeng saja, tapi juga senjata tradisional, batu peninggalan, boneka tradisional seperti wayang, dan peninggalan sejarah lainnya. Pajangan di Museum Topeng ini dipisahkan berdasarkan daerah-daerah di Indonesia. Saat sampai di daerah Kalimantan, datanglah seorang pemandu, ia menjelaskan setiap daerah di pajangan hingga akhir. Lebih enak melihat sambil mendengar penjelasan daripada melihat sambil membaca, karena metode belajarku memang lebih ke listening.

Jam 9 malam kita keluar dari Museum Topeng. Kakiku sudah mau copot rasanya karena aku memakai alas kaki yang kurang support untuk jalan banyak. Jika aku tahu akan mengelilingi tempat yang sangat luas, aku memilih pakai running shoes-ku. Perutku sudah berbunyi saat keluar dari Museum Topeng, akhirnya aku minta makan. Awalnya Andre menawarkan makan mi pedas, tentunya ada levelnya. Kalau mi pedasnya tidak ada levelnya, aku pasti tidak mau karena aku tidak doyan pedas. Tapi, di jalan Andre bilang ia belum makan dari pagi. Aku tidak tega meracuni perutnya dengan makanan pedas, mi pula. Akhirnya kubilang, "kita makan nasi saja." Bingung mau makan nasi dimana, akhirnya kita jalan ke Malang Kota saja, nanti kalau menemukan tempat makan di pinggir jalan barulah melipir.

Kedai Assalamu'alaikum ialah tempat makan yang kita temukan di perjalanan turun ke Malang Kota. Adanya di sebelah kanan jalan kalau dari Batu. Tempatnya enak, berkonsep seperti rumah makan. Rapi dan sederhana. Aku memesan nasi putih, bandeng kremes, dan air mineral. Andre memesan nasi putih, lele goreng, tempe penyet sambal tomat, kangkung, dan minumnya teh manis. Nasiku kuberikan setengahnya untuk Andre, untunglah Andre mau menampung nasiku karena aku pasti tidak habis. Kita makan sampai habis. Makanannya masih hangat, sepertinya ikannya baru digoreng juga. Skornya 9/10.

Selesai makan perutku kenyang sekali dan rasanya sakit sekali. Akhirnya aku minta cepat-cepat ke Malang Kota.

Hari ke-7
Minggu, 25 Juni 2018

Hari Minggu pagi aku packing. Sebelum pulang, jam 11an, aku izin beli Malang Strudel dahulu. Setelah memberikan penjelasan yang agak panjang, akhirnya aku bisa keluar. Aku kangen keluar masuk dengan bebas seperti di rumah. Aku ke Malang Strudel Teuku Wisnu, aku beli rasa chocobanana dan rasa durian. Harganya di atas 50.000, di bawah 100.000 per kotaknya. Lupa tepatnya berapa.

Sampai di rumah neneknya Saarah, akupun salat dan order taksi online. Jam 12 aku pun sudah pamit, daripada semakin lama di situ. Keretaku pun tiba jam 13.15 dan berangkat pukul 13.30 WIB.

Di dalam gerbong, saat aku sedang menaruh tas di bangku, seorang WNA alias bule bertanya. "Apakah benar saya duduk di sini?" dalam bahasa Inggris sambil menunjukan tiketnya. Aku pun melihat tiketnya dan tempat duduknya. "Ya benar, di samping jendela," jawabku.

Aku pun akhirnya duduk di sebelah bule bernama Sjoerd ini dan mengobrol. Tempat duduk sebelah Sjoerd masih kosong, jadinya aku bisa duduk di sini hingga pemilik bangku naik ke kereta. Sjoerd dari Netherland dan ia menunjukan foto-foto yang dia ambil selama perjalanan.

Saat pemilik bangku itu datang, ia malah menawarkan untuk bertukar. Aku setuju dan ia setuju, kita sepakat. Di tengah perjalanan Sjoerd bertanya, "kenapa dia gak ngelihat cewek ngerokok saat di Indonesia?" Ku jawab dengan bahasa inggris seadanya, "di Indonesia cewek yang merokok dipandang nakal oleh sebagian besar masyarakat".

Sjoerd turun di Jogjakarta, lalu digantikan dengan seorang wanita. Tapi, aku kurang respek ke wanita ini. Pertama, bawaannya sedikit tapi ia pakai porter. Okelah, anggap itu menggunakan uang dia, jadi suka-suka dia. Kedua, dia menukar selimutnya dengan selimut yang masih terbungkus di kursi lain yang orangnya sedang ke toilet. Saat diprotes oleh lelaki yang duduk di bangku seberangku, ia menjawab takut tidak diganti dan malas menunggu. Menurutku, ini sangat tidak sopan, kalaupun ingin tukeran, sopan santunnya adalah bilang dan izin kepada pemilik selimut. Selain itu, ia sudah membayar untuk mendapatkan fasilitas selimut baru. Jadi, tinggal protes saja ke prami/prama kereta jika tidak ditukar dengan selimut baru karena itu ialah haknya. 

Aku sama sekali tidak tegur sapa dengan perempuan ini dan ia pun sibuk memainkan handphone dan menggunakan headphone. Aku mengobrol dengan seorang Bapak yang punya tempat tinggal di Batu dan seorang lelaki muda di bangku seberang. Setelah kutahu, lelaki muda tersebut tinggal di dekat Gandaria City, akupun bertanya ia ke kosan naik apa dari stasiun. Aku akhirnya meminta pulang bersama setelah ia jawab menggunakan bus transjakarta dan turun di halte Kebayoran Lama karena aku pasti tidak akan dijemput.

Saat jalan turun dari kereta, lelaki muda ini meminta untuk salat Subuh dahulu. Tidak usah diminta, aku pun akan meminta waktu untuk salat kalau dia tidak biasa salat. Usai salat Subuh, kita jalan ke luar stasiun. Aku masih agak linglung, masih baru bangun tidur soalnya. Aku dan lelaki muda ini berjalan ke arah halte busway, tapi... sepertinya salah halte. Kita jalan ke arah halte Gambir 1, harusnya Gambir 2.

Akhirnya, kita putar balik ke arah halte Gambir 2. Aku dan lelaki muda ini naik bus transjakarta dari halte Gambir 2. Jadi, di Stasiun Gambir ini ada 2 halte bus transjakarta, yaitu halte Gambir 1 dan Gambir 2. Bus dari halte Gambir 1 menuju ke arah Pulogadung, sedangkan dari halte Gambir 2 menuju ke arah Harmoni. Jangan sampai salah naik loh ya! Karena arahnya pun berbeda.

Kita menunggu bus transjakarta sekitar 5 menit. Saat masuk, busnya masih sepi. Aku bersyukur karena bawaanku banyak sekali, 3 tentengan. Lelaki muda itu pun juga sama. Bedanya aku pakai koper, dia pakai ransel.

Aku tidak biasa naik bus transjakarta turun di halte Kebayoran Lama. Biasanya, aku turun di halte Bundaran Senayan, di depan Ratu Plaza, lalu minta jemput Mama. Kalau aku bisa turun di halte Kebayoran Lama, tentunya akan lebih dekat dan aku tidak perlu minta jemput.

Kita transit di halte Harmoni, lalu naik bus transjakarta yang ke arah Lebak Bulus. Tempat menunggunya di paling ujung sebelah kiri kalau dari tempatku turun dari bus tadi. Penunggu di halte ini lumayan ramai. Aku jadi agak ngeri, takut aku bersama barang bawaanku sulit untuk masuk ke bus.

Bus pun tiba. Untungnya, jumlah penumpang yang masuk, sesuai dengan jumlah tempat duduk yang tersedia. Jadi, kita tetap bisa masuk dan tidak berdesak-desakan. Lelaki muda ini menyuruhku untuk duduk, aku menurut. Koperku kuletakan di depan tempat dudukku. Ia lalu berdiri di sampingku. Kita mengobrol sepanjang perjalanan. Ia bercerita sebelumnya ia bekerja di daerah Gandaria, di Dat* On. Lalu, pindah ke Bintaro kantornya, namun kosannya tetap di Kebayoran Lama. Dia juga bercerita dulunya ia kuliah di Malang dan bercerita tentang adiknya yang suka dengan fotografi.

Saat sudah dekat dengan halte Simprug, aku pun berdiri dan bersiap-siap. Tadinya aku mau turun di halte Kebayoran Lama, namun lelaki ini bilang lebih baik aku turun di halte Simprug karena lebih dekat. Aku pun akhirnya menurut. Setelah aku akan turun, ia baru menyodorkan tangannya, mengajakku berkenalan. Kujabat tangannya. "Ridwan," ucapnya. "Nur," ucapku. Saat bus sudah berhenti di halte Simprug, aku pun turun. Aku kira ia akan turun juga, ternyata tidak. Aku belum mengucapkan terima kasih karena aku baru tahu setelah aku turun ternyata ia tidak turun. Sepertinya ia turun di halte Kebayoran Lama. Terima kasih ya, Mas Ridwan, sudah mengajarkan naik bus transjakarta dari halte Gambir 2 menuju halte Simprug.

Halte Simprug sangat enak untuk orang yang membawa koper menurutku karena jalanan naik dan turunnya bukan berupa tangga. Jalanannya rata namun berbentuk bidang miring, cocok juga untuk memandirikan orang-orang yang disabilitas, seperti pengguna kursi roda. Aku jalan kaki menuju rumahku. Suasana pagi ini menyenangkan, aku rindu matahari Jakarta! Di jalan aku melihat beberapa penjaja makanan yang hanya buka dari pagi sampai siang, seperti nasi uduk dan kue-kue pagi.

Jam 7 pagi aku sudah sampai di rumah. Senang rasanya kembali bertemu Ibu dan Adikku. Welcome, home.


Moral
Banyak hal yang aku dapatkan dari perjalanan ke Malang ini.
1. Aku bisa melawan rasa takut. Tentunya, dengan bantuan dari novel Self Driving dan Paspor 1. Awalnya, di semester 2 aku pernah ingin jalan-jalan ke luar kota, hanya dengan temanku yang berjenis kelamin laki-laki. Tapi, aku ragu. Bukan, bukan karena aku takut diapa-apain sama temanku karena aku kenal betul dengan temanku ini dan di kota tujuan ada temanku yang berjenis kelamin wanita juga. Takutku karena bepergian jauh. Aku takut kalau bilang pergi sendiri pasti tidak akan boleh.
2. Aku harus menurunkan keterpengaruhan akan ucapan orang. Aku sempat mengalami negative thinking, padahal aku jarang begitu. Yakin saja, setiap negara, setiap tempat, pasti ada kejahatannya. Pasti ada orang jahat di sekitar orang baik, pasti ada orang baik di sekitar orang jahat. Dunia itu seimbang. Tinggal persiapan dari dirinya saja. Malam atau siang itu sama saja, yang perlu dipelajari ialah cara menangani. Kalau merasa diikuti, maka harus lari. Kalau sepi, maka cari yang ramai. Akan selalu ada power di saat kepepet.
3. Aku merasakan tinggal di rumah orang lain dengan budaya yang jauh berbeda. Aku tahu, budaya Jawa memang begitu karena keluargaku Jawa asli. Yang terpikir olehku saat itu malah saat menikah. Jika ingin menikah, bukankah harus bisa adaptasi dengan budaya baru? Bagaimana jika aku harus menjadi selain diriku? Bukankah sulit menyatukan dua keluarga, menyatukan dua budaya, menyatukan dua harapan, menyatukan dua lingkungan, menyatukan dua aturan, dan menyatukan dua yang lainnya.
4. Waspada. Aku selalu membawa tas yang berisi barang berharga saat aku ke toilet atau ke tempat lainnya. Biasanya, saat di angkutan umum di Jakarta pun aku memilih tidak tidur agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mencegah copet bekerja.
5. Coba dan periksa. Aku mencoba mencari teman baru di setiap perjalanan dan rasanya menyenangkan. Berkenalan dengan orang baru tidak semenyeramkan itu, hanya perlu gunakan insting. Periksa juga dengan beberapa alasan berlogika bahwa orang itu adalah orang yang baik atau kurang baik.
6. Aku jadi bisa dekat dengan anak kecil. Iya, Rere menurutku masih tergolong anak kecil. Aku biasanya merasa mau kabur saat dekat dengan anak kecil. Aku tidak seperti banyak orang, aku tidak terlalu suka dengan anak kecil. Terakhir kali ada praktik keperawatan anak di taman bermain anak, bukannya anak-anak kecilnya yang nangis tapi malah aku yang nangis karena badanku stres. Tapi, di Malang si Rere malah betah ngobrol sama aku, padahal beberapa kali aku kacangin karena kadang suka gak nyambung. Rere 2 kali ngasih aku hadiah. Pertama, aku tau-tau dikasih susu ultra coklat sepulangnya dia dari gereja. Kedua, pas aku mau pulang, dia ninggalin permen lolipop karena kita gak ketemu, soalnya aku lagi di luar pas dia dijemput orang tuanya. Pas aku bilang Saarah, kata Saarah dia gak pernah dikasih apa-apa sama Rere. Ini adalah suatu peningkatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wisata Baru Ibukota, Kampung Pelangi

Minggu, 13 Mei 2018 aku bersama adikku, bernama Maya, mengikuti walking tour yang diselenggarakan oleh @jktgoodguides. Rute yang kupilih, yaitu rute Sunter karena aku merasa penasaran saat melihat Ibu Susi Pudjiastuti bermain water sport di perairan Jakarta Utara. Aku berangkat dari rumahku menggunakan commuterline atau biasa disebut dengan KRL. Sebelumnya, aku telah merencanakan untuk berangkat menggunakan Bus Transjakarta atau biasa disebut dengan busway untuk menghemat biaya. Akan tetapi, aku membatalkan rencana tersebut karena aku harus berkumpul di halte busway Danau Agung pukul 15.00 WIB dan sekarang jam di tanganku sudah menunjukan pukul 13.00 WIB. Ditambah jalanan Jakarta seperti jodoh, sulit untuk diprediksi macet atau tidaknya. Aku menaiki KRL dari stasiun Kebayoran dan transit di stasiun Tanah Abang untuk berpindah ke peron 3. Suasana di stasiun Tanah Abang sangat ramai hingga saat aku menaiki kereta menuju stasiun Manggarai aku tidak duduk. Kereta yang bisa kunaiki, ya...

Selamat Datang

Halo visitor Yuk Kita Jalan, perkenalkan nama saya Nur Kholifah, biasa dipanggil Nur atau Ifa. Tujuan dari pembuatan blog ini adalah untuk menceritakan dan menguraikan tempat-tempat traveling yang ada di Indonesia, mungkin saya akan mulai dari Jakarta dahulu. Saya akan mulai dari Jakarta karena memang saya berdomisili di sini. Jadi, lebih mudah aksesnya ke berbagai tempat di Jakarta. Lagi pula, saya pernah baca kalimat ini di comment blog orang "kadang tempat-tempat yang dekat dengan kita malah memang sering terlewatkan". Kalimat itu jadi alasan saya untuk mengenal secara mendetail tentang wisata di Jakarta. Setelah Jakarta, sepertinya akan berlanjut ke Depok. Lalu, ke daerah-daerah lain yang semakin jauh. Terima kasih telah mengunjungi blog ini, selamat menikmati dan semoga bermanfaat :) Nur Kholifah